== Sejarah Semar ==
Menurut sejarawan [[Slamet Muljana|Prof. Dr. Slamet
Muljana]], tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman
[[Kerajaan Majapahit]] berjudul ''[[Sudamala]]''. Selain dalam bentuk
[[kakawin]], kisah ''Sudamala'' juga dipahat sebagai [[relief]] dalam Candi
Sukuh yang berangka tahun [[1439]].
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita
tersebut, yaitu [[Sahadewa]] dari keluarga [[Pandawa]]. Tentu saja peran Semar
tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk
mencairkan suasana yang tegang.
== Asal-Usul dan Kelahiran ==
[[Berkas:Semar Wayang Jawa.JPG|thumb|270px|left|Lukisan
Semar gaya [[Surakarta]].]]
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul
Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
Dalam naskah ''Serat Kanda'' dikisahkan, penguasa
[[kahyangan]] bernama [[Sanghyang Nurrasa]] memiliki dua orang putra bernama
[[Sanghyang Tunggal]] dan [[Sanghyang Wenang]]. Karena Sanghyang Tunggal
berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang.
Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama [[Batara
Guru]]. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan
Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam naskah ''Paramayoga'' dikisahkan, Sanghyang Tunggal
adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan
Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari
perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah
menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang
berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah
diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun
diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu
Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam ''Sunyaruri'', atau tempat
tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara
Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau
disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama [[Resi
Manumanasa]] dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa,
Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat
ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah
cucu dari Ismaya.
Dalam naskah ''Purwakanda'' dikisahkan, Sanghyang Tunggal
memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan,
dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan
diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun
diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh
ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi
buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi [[Togog]] sedangkan Punggung menjadi
Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang
kemudian bergelar [[Batara Guru]]. Sementara itu Manan mendapat pengampunan
karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar [[Batara
Narada]] dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah ''Purwacarita'' dikisahkan, Sanghyang Tunggal
menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu
lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal
membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih,
dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang
berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi
nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada
suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi
pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung.
Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru
mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan
cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah
melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh
Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun
bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua
putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang
kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan
Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam
berkembang di [[Pulau Jawa]], pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu
media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar ''[[Mahabharata]]''
yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu
[[ulama]] yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya [[Sunan Kalijaga]]. Dalam
pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan
peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah ''Sudamala''.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin
meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan
Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya,
kakak dari [[Batara Guru]], raja para dewa.
== Silsilah
dan Keluarga ==
Dalam
pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat
dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu
lahir sepuluh orang anak, yaitu:
:* Batara
Wungkuham
:* Batara
Surya
:* Batara
Candra
:* Batara
Tamburu
:* Batara
Siwah
:* Batara
Kuwera
:* Batara
Yamadipati
:* Batara
Kamajaya
:* Batara
Mahyanti
:* Batari
Darmanastiti
Semar
sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada [[Resi
Manumanasa]], leluhur para [[Pandawa]]. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor
harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah
ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat
pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan
yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil
dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa,
dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga
bernama Kaniraras.
== Pasangan
Panakawan / Punokawan ==
Dalam
[[wayang|pewayangan]] [[Jawa Tengah]], Semar selalu disertai oleh anak-anaknya,
yaitu [[Gareng]], [[Petruk]], dan [[Bagong]]. Namun sesungguhnya ketiganya
bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami
kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa
Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti
Resi Manumanasa.
Dalam
pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah [[Cepot]], [[Dawala]], dan
[[Gareng]]. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya
didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang
anak bernama Besut.
== Bentuk
Fisik ==
Semar
memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran
jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari [[bumi]], tempat tinggal
umat manusia dan makhluk lainnya.
Semar
selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan
duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil,
sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara
seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi
hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
== Keistimewaan
Semar ==
[[File:Semar
Kris (alt) 3.jpg|thumb|Keris pengantin dengan pegangan Semar]]
Semar
merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya
sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan [[Prabu]] [[Kresna]] dalam
kisah ''[[Mahabharata]]''. Jika dalam perang [[Baratayuda]] menurut versi
aslinya, penasihat pihak [[Pandawa]] hanya Kresna seorang, maka dalam
pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Semar dalam
karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan [[Resi Manumanasa]],
terutama para [[Pandawa]] yang merupakan tokoh utama kisah ''[[Mahabharata]]''.
Namun dalam pementasan [[wayang]] yang bertemakan ''[[Ramayana]]'', para dalang
juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga [[Sri Rama]] ataupun
[[Sugriwa]]. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang,
tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam
pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog
sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat
mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka.
Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi,
apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar -
mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang
dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dalam penulisan ini kami berharap para pembaca bisa menikmati. dan penulis menerima pesanan dan komentar oleh semua pengunjung Blog saya.semoga bermanfaat bagikita semua dan menjadikan sebuah solusi dalam kesulitan.
terimakasih atas kunjungannya....